Minggu, 29 November 2009

pembagian harta waris

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr. wb.
Saya baru pertama kali melihat rubrik ini, dan saya sangat tertarik pada segmen ini.

Begini ustadz, beberapa bulan yang lalu, ayah saya meninggal dan sebelumnya, tepatnya 17 tahun yang lalu ibu saya juga telah meninggal terlebih dahulu. Saat ini, saya tinggal bersama ibu ‘tiri’ saya yang tak lain adalah bude (kakak ibu) sendiri. ‘Bude’ saya ini punya 4 orang anak (3 pria & 1 wanita), dan 3 orang diantaranya sudah cukup mapan, serta seorang lagi telah menikah dan mendapatkan harta waris yang cukup banyak daripada yang harta waris yang ditinggalkan ayah saya. Sedangkan saya hanya 2 orang bersaudara (1 pria dan 1 wanita), dan kondisi kami: Saya masih kuliah tingkat akhir dan kakak (pria) saya penghasilannya pas-pasan serta baru ingin membina rumah tangga.

Sepeningalan ayah saya, tidak ada pernyataan tentang harta waris…
Saya tidak terlalu tergiur dengan harta waris tersebut, bagi saya apa yang telah diberikan orang tua saya sudah sangat banyak dan berarti… dan saat ini saya lebih berpikir ke arah bagaimana membalas budi/berbakti kepada mereka… tapi yang saya risaukan adalah bagaimana cara bersikap adil dalam hal ini dan saya berharap sikap tersebut dilandaskan pada hukum islam… namun kendalanya saya ‘buta’ tentang hukum waris tersebut…

Oleh karena itu, saya memohon bantuan bapak ustadz untuk menyelesaikan masalah saya… sehingga semuanya dapat diselesaikan dengan baik, tanpa ada yang terkecewakan…

Mungkin bisa ringkas pertanyaan saya menjadi: Bagaimana tentang jumlah waris yang diterima ‘bude’ dan keluarganya serta kami (kedua bersaudara)? Terimakasih atas waktunya… Wassalamualaikum wr. wb.

Jawaban Ustadz:

Wa’alaikum salam,
Semoga Allah merahmati ukhti dimana saja ukhti berada.
Alhamdulillah, Allah memberikan kepada ukhti seorang bude yang baik yang memperhatikan keadaan ukhti sepeninggal orang tua ukhti terutama jika kita melihat kondisi manusia di zaman sekarang ini yang banyak diantara mereka memiliki sikap “mementingkan diri sendiri”. Namun bagaimanapun kita harus memperhatikan hukum syar’i (hukum Islam) dalam menghadapi segala permasalahan kita tanpa melupakan jasa orang lain.

Dalam permasalahan yang ukhti hadapi (tepatnya mengenai masalah waris) maka bisa saya katakan informasi yang ukhti sampaikan kurang lengkap, semestinya ukhti juga menyampaikan semua anggota keluarga/kerabat yang punya kaitan dengan mendiang ayah ukhti yang hingga saat ini masih hidup. Misalnya apakah orang tua mendiang ayah ukhti masih hidup (yaitu kakek dan nenek ukhti), atau buyut ukhti? Demikian juga apakah anak-anak bibi ukhti (yaitu saudara-saudara tiri ukhti) semuanya seayah dengan ayah ukhti (apakah mereka anak-anak dari ayah ukhti, ataukah bibi ukhti waktu menikah dengan ayah ukhti dalam keadaan janda yang telah memiliki anak). Demikian juga yang berkaitan dengan kerabat mendiang ibu ukhti (jika tatkala meninggal mendiang ibu ukhti juga meninggalkan harta sebagaimana ayah ukhti).

Jika memang tidak ada kerabat kecuali yang ukhti sebutkan di atas dan anak-anak bibi ukhti adalah anak-anak dari mendiang ayah ukhti juga maka pembagian warisannya sebagai berikut:

Berkaitan dengan harta peninggalan mendiang ayah ukhti, Bibi (bude) ukhti mendapatkan 1/8 dari harta peninggalan mendiang ayah ukhti yaitu 12,5 persen. Adapun kedudukan ukhti dan saudara-saudara ukhti sama saja, karena mereka juga adalah anak-anak dari ayah ukhti. Dan dalam Islam aturan pembagian waris adalah sisa harta mendiang ayah ukhti (setelah dikurangi dengan jatah bude ukhti) dibagi seluruhnya kepada ukhti dan saudara kandung ukhti serta juga kepada saudara-saudara tiri ukhti dengan aturan laki-laki mendapatkan dua kali lipat dibanding perempuan.

Atau bisa saya simpulkan karena jumlah anak-anak mendiang ayah ukhti adalah enam orang yang terdiri dari 4 laki-laki dan 2 orang wanita maka untuk masing-masing anak laki-laki mendapatkan 17,5 persen adapun anak-anak wanita (diantaranya ukhti sendiri) masing-masing mendapatkan 8,75 persen. Jadi ukhti berhak mendapatkan 8,75 persen dari harta peninggalan mendiang ayah ukhti. Dan ini adalah hak ukhti yang boleh ukhti perjuangkan tentunya dengan adab yang baik dan tidak seorangpun berhak menghalangi ukhti.

Namun ingatlah ukhti bahwasanya kehidupan ini penuh ujian, bisa jadi ukhti terhalangi dari mendapatkan harta tersebut, dan bisa jadi ukhti putus hubungan dengan saudara-saudar tiri ukhti namun semuanya ini kembali kepada ukhti yang lebih paham tentang kebaikan ukhti. Dan jika ukhti menuntut harta peninggalan mendiang ayah ukhti sesungguhnya ukhti tidak berdosa sama sekali karena sedang memperjuangkan hak ukhti.

Demikian semoga bermanfaat bagi ukhti, semoga Allah memasukan kita kedalam surganya yang tiada fana tidak sebagaimana dunia ini yang nantinya toh akan sirna.

Catatan:

Pembagian harta waris tadi bisa berubah tergantung kerabat mendiang ayah ukhti yang masih hidup.

***

Penanya: Vebri
Di Jawab Oleh: Ustadz Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar