Minggu, 29 November 2009

tentang beasiswa

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum,
Ustadz, ana mau tanya bagaimana hukumnya mengajukan dan atau menerima beasiswa dari perusahaan yang dimiliki orang kafir atau yang menjual produk/barang2 haram seperti bank2 konvensional, perusahaan rokok dll? Jazakumullah khoir atas jawaban ustadz. Wassalamu’alaikum.

Jawaban Ustadz:

Setahu kami tidak ada orang yang menerima beasiswa kecuali dengan mengajukan permohonan terlebih dahulu, dan mengajukan beasiswa (yang seperti itu -ed) termasuk meminta-minta (baca: mengemis). Pada dasarnya mengemis itu terlarang (baca: haram).

Nabi shollallahu’alaihiwasallam bersabda yang artinya:
“Allah membenci tiga hal, kabar burung, meminta-minta dan membuang-buang harta.” (HR. Muslim no. 1715 dan Ahmad 2/367)

Ketika menjelaskan hadits di atas, Syaikh Rabi’ Al Madkhali mengatakan: Su-al dalam hadits di atas mencakup perbuatan meminta harta atau yang lainnya kepada orang lain dan menggantungkan harapan kepadanya. Hal ini tidak pantas bagi seorang muslim yang Allah inginkan supaya menjadi orang yang mulia. Meminta-minta kepada orang lain pada dasarnya hukumnya adalah haram dan tidak diperbolehkan kecuali dalam kondisi darurat. Dalam perbuatan meminta-minta kepada mahluk padahal tidak mendesak, terkandung tiga dampak negatif:

  1. Merasa membutuhkan kepada selain Allah. Hal ini merupakan salah satu jenis kesyirikan.
  2. Menyakiti orang yang dimintai. Hal ini merupakan salah satu bentuk tindakan menzalimi orang lain.
  3. Menghinakan diri kepada selain Allah dan ini merupakan tindakan menganiaya diri sendiri. (Mudzakkiratul Hadits hal. 37).

Syaikh Muqbil Al Wadi’i mengatakan: Haramnya meminta-minta yang bukan disebabkan kebutuhan. (Dzamm Al Mas’alah hal. 90).

Nabi shollallahu’alaihiwasallam bersabda, “Meminta-minta itu membuat jelek wajah seseorang. Oleh karena itu siapa yang ingin mempertahankan wajahnya atau membiarkan wajahnya menjadi jelek, maka silahkan, kecuali meminta-minta kepada orang yang memiliki kekuasaan atau dalam perkara yang tidak boleh tidak harus meminta-minta.” (HR. Abu Dawud, Nasa’i dan Tirmidzi. Dinilai shahih oleh Syaikh Muqbil dalam Dzamm Al Mas’alah hal. 98)

Hadits di atas menunjukkan adanya 2 bentuk meminta-minta yang diperbolehkan:

  1. Meminta-minta kepada Sulthan (pemerintah/instansi pemerintah).
  2. Meminta-minta karena terpaksa.

Nabi shollallahu’alaihiwasallam bersabda, “Seorang yang terus-menerus meminta-minta kepada orang lain itu akan datang pada hari kiamat dalam kondisi tidak ada secuil daging pun di wajahnya.” (HR. Bukhori dan Muslim dari Ibnu Umar)

Beliau shollallahu’alaihiwasallam juga bersabda, “Barang siapa meminta-minta harta milik orang lain untuk memperbanyak harta, maka dia sebenarnya hanya meminta bara api. Oleh karena itu hendaknya dia diperbanyak atau dia kurangi.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Beliau shollallahu’alaihiwasallam bersabda, “Barang siapa yang meminta bukan karena faktor kemiskinan itu seakan-akan memakan bara api.” (HR. Ahmad, dinilai shahih oleh Syaikh Muqbil dalam Dzamm Al Mas’alah hal. 91)

Tentu, bekerja pada orang lain (ijarah) itu beda dengan meminta-minta (mas’alah). Su-al (meminta-minta) dalam Al Mu’jam Al Wasith 1/410) didefinisikan dengan “meminta sedekah (dari orang lain -pent)”.

Perlu juga diketahui bahwa menuntut ilmu agama adalah termasuk jihad fi sabilillah, oleh karena itu orang yang menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu syar’i itu berhak menerima zakat meskipun sebenarnya dia mampu untuk bekerja, sehingga bisa meminta haknya. Sebaliknya, penuntut ilmu dunia itu tidak untuk dieri zakat. (Lihat Fatawa Arkanil Islam oleh Ibnu Utsaimin hal. 440-441).

***

Penanya: Ipan
Dijawab Oleh: Ust. Abu Ukkasyah Aris Munandar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar